Senin, 13 Mei 2013

SEPUTAR LUWENG OMBO & LASKARNYA

Masuk gua, menelusuri kedalaman hati manusia yang gelap dalam seantero kemungkinan berjuta penghianatan dalam pertemanan. Bersama kita mencari sumber yang murni. Ya, kitalah pembawa cahaya itu, mari eksplorasi kembali, eksplorasi sampai skripsi… ” ( Mirza A. Hevicko)



Tanggal 18 Juli – 3 Agustus 2008 4 anggota muda Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam (PMPA) PALAWA UNPAD mengadakan pengembaraan bidang operasional caving di Kabupaten Pacitan, kegiatan tersebut berupa penelusuran dan pemetaan beberapa gua yang terdapat di daerah ini. Saya ditugaskan untuk ikut mendampingi para “young guns” PALAWA tersebut bersama dua rekan anggota biasa lainnya, yang akan saya ceritakan adalah pengalaman menelusuri Luweng Ombo, sebuah gua vertikal yang terdapat pada koordinat 110o 56’ 36,2” BT dan 08o 10’ 14“ LS.

Secara geografis Luweng Ombo berada di Desa Kalak, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur. Luweng adalah sebutan untuk gua vertikal, Luweng Ombo sendiri merupakan gua single pitch yang berbentuk pothole dengan diameter ± 80 meter dan kedalaman vertikal ± 120 meter, di dalamnya terdapat lorong horizontal ± 800 meter.

Usai menyelesaikan penelusuran dan pemetaan di Luweng Plente, pada tanggal 28 Juli 2008 pukul 09.00 kami berangkat dari lokasi mulut Luweng Plente menuju lokasi mulut Luweng Ombo dengan mencarter kendaraan, waktu menunjukan pukul 11.00 ketika kami tiba di mulut Luweng Ombo, mulut luweng ini terlihat dari jalan mobil dengan jarak sekitar 50 meter. Sesampainya di lokasi beberapa anggota tim dibantu oleh rekan-rekan dari MAHIPA Universitas Muhamadiyah Ponorogo mengurus perizinan kepada “penguasa wilayah setempat”, sebagiannya lagi merapikan base camp dan survey pengaman untuk rigging lintasan vertikal, di sekitar mulut gua terdapat pohon, batu, dan lubang tembus yang dapat digunakan untuk memasang pengaman, selain itu terdapat pula beberapa hanger yang dipasang oleh para penelusur sebelumnya. Sebenarnya akan lebih efisien apabila kami langsung memasang lintasan, tetapi berhubung rekan-rekan yang sedang mengurus izin belum datang, maka diputuskan untuk menunggu terlebih dahulu sampai mereka datang membawa izin.

Setelah menunggu beberapa waktu, rekan-rekan kami tersebut datang dan menginformasikan bahwa kita diizinkan untuk masuk kedalam Luweng Ombo, selain itu mereka juga membawa informasi yang ditegaskan kembali oleh Bapak Kepala Desa dan petugas Kepolisian yang datang ke base camp kami , bahwa beberapa waktu yang lalu ada satu rombongan yang datang dari Kalimantan dan keluar masuk di gua ini selama ± 3 bulan, tetapi ketika ditanya hasil dari aktivitasnya di dalam ia mengatakan tidak ada apa-apa, hal ini membuat warga curiga dan resah barangkali ada sesuatu hal yang “tidak beres” terjadi di dalam gua. Lalu pihak kepolisian meminta kepada kita untuk memperlihatkan foto-foto keadaan di dalam gua setelah kita keluar nanti.

Pukul 15.00 Jaya selaku ketua tim mulai menuruni Luweng Ombo, satu hal yang dikhawatirkan oleh tim adalah terjadinya spinning rope seperti yang pernah terjadi pada penelusur sebelumnya yang mengakibatkan penelusur tersebut muntah akibat tubuhnya berputar-putar pada tali, kejadian seperti ini biasanya terjadi pada penelusur pertama yang melakukan rigging. Menurut penuturan Jaya, ia pun mengalami spinning rope tetapi hal tersebut dapat diatasi dan tidak menimbulkan masalah yang berarti. Rupanya kegiatan kami ini mengundang perhatian masyarakat sekitar mulut gua, mereka antusias untuk melihat kami menuruni Luweng Ombo, bahkan lucunya ada truk yang sengaja berhenti untuk melihat kami karena ia sangka ada yang sedang bunuh diri. Setelah Jaya sampai di dasar gua, selanjutnya berturut-turut menyusul Rina, Maggie, dan Indra menuruni gua dengan mengggunakan SRT (single rope technique). Waktu sudah hampir maghrib saat Indra sampai di dasar gua, dan ini artinya waktu bagi kami para pendamping untuk turun.

Fariz turun selanjutnya, sedangkan saya yang mendapatkan giliran setelah Fariz bersiap-siap menggunakan SRT set, setelah yakin semua peralatan telah terpasang dengan benar dan aman di tubuh, saya menunggu di pinggir mulut gua dengan tidak lupa memasang cowstail sebagai pengaman. Dari dasar gua, melalui bantuan walky talky terdengar bahwa lintasan telah bebas dan dapat digunakan, beban dari cowstail dipindahkan ke chest croll, lalu saya memasang alat turun di tubuh ke tali statis yang digunakan sebagai lintasan. Setelah mengunci descendeur auto stop, dengan bantuan foot loop saya melepas chest croll dan cowstail sehingga semua beban tubuh pindah ke descendeur, kunci dilepas dan saya pun turun menuju dasar Luweng Ombo. Sekitar 30 meter dari dasar gua terdapat sambungan tali, saya melewatinya dengan prinsip pindah lintasan, lalu setelah itu kembali meluncur menuju dasar gua. Sesampainya di dasar giliran pendamping selanjutnya yang turun yaitu Deko.

Ternyata dasar gua ini tidak datar seperti yang terlihat dari mulut di atas, dan tanaman yang terlihat seperti rumput nyatanya adalah pohon – pohon setinggi kira-kira 1,5 meter. Ketika anggota tim pengembaraan ascending keluar gua, kami para pendamping sambil menunggu giliran berkeliling mengeksplorasi dasar gua, di sini kami menemukan sisa-sisa peninggalan para penelusur dari Kalimantan yang diceritakan tadi siang oleh Bapak Kepala Desa berupa tempat tidur yang terbuat dari bambu dilapisi karung dan perabotan lainnya.
Waktu sudah hampir tengah malam ketika Indra sampai di mulut gua, dan sama seperti urutan turun tadi, Fariz selanjutnya melakukan ascending. Setelah itu, bagian saya yang meniti tali untuk mencapai mulut gua, usai melewati “cobaan” karena rasanya mulut gua tidak kunjung tergapai akhirnya saya sampai juga ke mulut Luweng Ombo dan Deko sebagai penelusur selanjutnya langsung naik ke mulut gua.

Jam tangan saya menunjukan Pukul 02.00 saat Deko berhasil sampai di mulut gua, tanpa menunggu lama lintasan langsung kami clean. Menurut penuturan anggota tim yang telah sampai terlebih dahulu, beberapa waktu tadi Bapak petugas Kepolisian datang untuk melihat foto keadaan dalam gua dan sebelum kembali ke kantor Beliau memberikan bantuan berupa tambahan konsumsi kepada tim, terima kasih banyak pun tak lupa kami ucapkan. Setelah selesai membereskan peralatan kami langsung terlelap di base camp untuk mempersiapkan kondisi fisik agar besok dapat melanjutkan penelusuran di gua terakhir dari rangkaian kegiatan ini yaitu Luweng Suling.

Demikian, kedalaman bumi memang memberi misteri yang selalu menarik untuk dikuakkan, baik sebagai pengetahuan, sensasi dan pengalaman hingga merapatkan keyakinan diri pada Tuhan.