“ Masuk gua, menelusuri kedalaman hati manusia yang gelap dalam
seantero kemungkinan berjuta penghianatan dalam pertemanan. Bersama kita
mencari sumber yang murni. Ya, kitalah pembawa cahaya itu, mari
eksplorasi kembali, eksplorasi sampai skripsi… ” ( Mirza A.
Hevicko)
Tanggal 18 Juli – 3 Agustus 2008 4
anggota muda Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam (PMPA) PALAWA UNPAD
mengadakan pengembaraan bidang operasional caving di Kabupaten Pacitan,
kegiatan tersebut berupa penelusuran dan pemetaan beberapa gua yang
terdapat di daerah ini. Saya ditugaskan untuk ikut mendampingi para
“young guns” PALAWA tersebut bersama dua rekan anggota biasa lainnya,
yang akan saya ceritakan adalah pengalaman menelusuri Luweng Ombo,
sebuah gua vertikal yang terdapat pada koordinat 110o 56’ 36,2” BT dan
08o 10’ 14“ LS.
Secara geografis Luweng Ombo berada di Desa Kalak,
Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur. Luweng
adalah sebutan untuk gua vertikal, Luweng Ombo sendiri merupakan gua
single pitch yang berbentuk pothole dengan diameter ± 80 meter dan
kedalaman vertikal ± 120 meter, di dalamnya terdapat lorong horizontal ±
800 meter.
Usai menyelesaikan penelusuran dan pemetaan di Luweng Plente, pada
tanggal 28 Juli 2008 pukul 09.00 kami berangkat dari lokasi mulut Luweng
Plente menuju lokasi mulut Luweng Ombo dengan mencarter kendaraan,
waktu menunjukan pukul 11.00 ketika kami tiba di mulut Luweng Ombo,
mulut luweng ini terlihat dari jalan mobil dengan jarak sekitar 50
meter. Sesampainya di lokasi beberapa anggota tim dibantu oleh
rekan-rekan dari MAHIPA Universitas Muhamadiyah Ponorogo mengurus
perizinan kepada “penguasa wilayah setempat”, sebagiannya lagi merapikan
base camp dan survey pengaman untuk rigging lintasan vertikal, di
sekitar mulut gua terdapat pohon, batu, dan lubang tembus yang dapat
digunakan untuk memasang pengaman, selain itu terdapat pula beberapa
hanger yang dipasang oleh para penelusur sebelumnya. Sebenarnya akan
lebih efisien apabila kami langsung memasang lintasan, tetapi berhubung
rekan-rekan yang sedang mengurus izin belum datang, maka diputuskan
untuk menunggu terlebih dahulu sampai mereka datang membawa izin.
Setelah menunggu beberapa waktu, rekan-rekan kami tersebut datang dan
menginformasikan bahwa kita diizinkan untuk masuk kedalam Luweng Ombo,
selain itu mereka juga membawa informasi yang ditegaskan kembali oleh
Bapak Kepala Desa dan petugas Kepolisian yang datang ke base camp kami ,
bahwa beberapa waktu yang lalu ada satu rombongan yang datang dari
Kalimantan dan keluar masuk di gua ini selama ± 3 bulan, tetapi ketika
ditanya hasil dari aktivitasnya di dalam ia mengatakan tidak ada
apa-apa, hal ini membuat warga curiga dan resah barangkali ada sesuatu
hal yang “tidak beres” terjadi di dalam gua. Lalu
pihak kepolisian meminta kepada kita untuk memperlihatkan foto-foto
keadaan di dalam gua setelah kita keluar nanti.
Pukul 15.00 Jaya selaku ketua tim mulai menuruni Luweng Ombo, satu
hal yang dikhawatirkan oleh tim adalah terjadinya spinning rope seperti
yang pernah terjadi pada penelusur sebelumnya yang mengakibatkan
penelusur tersebut muntah akibat tubuhnya berputar-putar pada tali,
kejadian seperti ini biasanya terjadi pada penelusur pertama yang
melakukan rigging. Menurut penuturan Jaya, ia pun mengalami spinning
rope tetapi hal tersebut dapat diatasi dan tidak menimbulkan masalah
yang berarti. Rupanya kegiatan kami ini mengundang perhatian masyarakat
sekitar mulut gua, mereka antusias untuk melihat kami menuruni Luweng
Ombo, bahkan lucunya ada truk yang sengaja berhenti untuk melihat kami
karena ia sangka ada yang sedang bunuh diri. Setelah Jaya sampai di
dasar gua, selanjutnya berturut-turut menyusul Rina, Maggie, dan Indra
menuruni gua dengan mengggunakan SRT (single rope technique). Waktu
sudah hampir maghrib saat Indra sampai di dasar gua, dan ini artinya
waktu bagi kami para pendamping untuk turun.
Fariz turun selanjutnya, sedangkan saya yang mendapatkan giliran
setelah Fariz bersiap-siap menggunakan SRT set, setelah yakin semua
peralatan telah terpasang dengan benar dan aman di tubuh, saya menunggu
di pinggir mulut gua dengan tidak lupa memasang cowstail sebagai
pengaman. Dari dasar gua, melalui bantuan walky talky terdengar bahwa
lintasan telah bebas dan dapat digunakan, beban dari cowstail
dipindahkan ke chest croll, lalu saya memasang alat turun di tubuh ke
tali statis yang digunakan sebagai lintasan. Setelah mengunci descendeur
auto stop, dengan bantuan foot loop saya melepas chest croll dan
cowstail sehingga semua beban tubuh pindah ke descendeur, kunci dilepas
dan saya pun turun menuju dasar Luweng Ombo. Sekitar 30 meter dari dasar
gua terdapat sambungan tali, saya melewatinya dengan prinsip pindah
lintasan, lalu setelah itu kembali meluncur menuju dasar gua.
Sesampainya di dasar giliran pendamping selanjutnya yang turun yaitu
Deko.
Ternyata dasar gua ini tidak datar seperti yang terlihat dari mulut
di atas, dan tanaman yang terlihat seperti rumput nyatanya adalah pohon –
pohon setinggi kira-kira 1,5 meter. Ketika anggota tim pengembaraan
ascending keluar gua, kami para pendamping sambil menunggu giliran
berkeliling mengeksplorasi dasar gua, di sini kami menemukan sisa-sisa
peninggalan para penelusur dari Kalimantan yang diceritakan tadi siang
oleh Bapak Kepala Desa berupa tempat tidur yang terbuat dari bambu
dilapisi karung dan perabotan lainnya.
Waktu sudah hampir tengah malam ketika Indra sampai di mulut gua, dan
sama seperti urutan turun tadi, Fariz selanjutnya melakukan ascending.
Setelah itu, bagian saya yang meniti tali untuk mencapai mulut gua, usai
melewati “cobaan” karena rasanya mulut gua tidak kunjung tergapai
akhirnya saya sampai juga ke mulut Luweng Ombo dan Deko sebagai
penelusur selanjutnya langsung naik ke mulut gua.
Jam tangan saya
menunjukan Pukul 02.00 saat Deko berhasil sampai di mulut gua, tanpa
menunggu lama lintasan langsung kami clean. Menurut penuturan anggota
tim yang telah sampai terlebih dahulu, beberapa waktu tadi Bapak petugas
Kepolisian datang untuk melihat foto keadaan dalam gua dan sebelum
kembali ke kantor Beliau memberikan bantuan berupa tambahan konsumsi
kepada tim, terima kasih banyak pun tak lupa kami ucapkan. Setelah
selesai membereskan peralatan kami langsung terlelap di base camp untuk
mempersiapkan kondisi fisik agar besok dapat melanjutkan penelusuran di
gua terakhir dari rangkaian kegiatan ini yaitu Luweng Suling.
Demikian, kedalaman bumi memang memberi misteri yang selalu menarik
untuk dikuakkan, baik sebagai pengetahuan, sensasi dan pengalaman hingga
merapatkan keyakinan diri pada Tuhan.